Glasses Girl Stories: Artikel Pahlawan

Minggu, 28 Oktober 2012

0

Artikel Pahlawan



     Selama ini ada anggapan bahwa Pahlawan adalah setiap orang yang semasa hidupnya berperang melawan penjajah sedangkan yang bersekutu atau berkolaborasi dengan penjajah disebut penghianat. Lebih menarik lagi banyak dijumpai dalam tulisan sejarah dikatakan bahwa para pejuang yang melakukan
perlawanan kepada penjajah sering ditulis sebagai seorang pemberontak atau pengacau (rebellion). Sejak bangsa asing kulit putih seperti Portugis, Inggris dan Belanda datang  ke negeri yang kemudian bernama Indonesia, mereka menjumpai bahwa di negeri yang sering disebut dengan Nusantara telah berdiri kerajaan - kerajaan tradisional. Dengan dalih berdagang atau atas dasar motif ekonomi serta melalui praktek monopoli dagang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar ditunjang dengan hak oktroi yaitu hak untuk menggunakan kekuatan meliter dalam perdagangan, bangsa asing kulit putih mulai menancapkan kuku kekuasaannya di Nusantara. Kemudian  terjadilah berbagai konflik antara bangsa kulit putih dengan penguasa penguasa lokal yang ada di kerajaan tradisional di Nusantara. Muncullah kemudian perlawanan perlawanan rakyat yang bertujuan mengusir penjajah yang biasanya dipimpin oleh raja ataupun tokoh lokal atau tokoh agama. Sifat perlawanan masih kedaerahan dan belum terorganisir dengan baik kemudian sangat tergantung kepada pigur pemimpin central. Karena itu penjajah begitu mudah menumpas berbagai perlawanan dan dengan menggunakan hak exorbitante rechten yaitu hak untuk mengasingkan atau membuang para pemimpin perlawanan ke daerah daerah lain di Nusantara, perlawanan rakyat disuatu daerahpun kemudian biasanya berakhir. Diaspora Pengasingan para pemimpin tradisional ke berbagai pelosok Nusantara mengakibatkan terjadinya ikatan emosional antar daerah yang kemudian menjadi salah satu unsur perekat pembentukan keindonesiaan saat ini.  Sebagai contoh bagaimana eratnya hubungan emosional masyarakat Kupang dengan masyarakat Bangka karena pembuangan Depati Amir dan Depati Hamzah ke Desa Air Mata Kupang. Mayoritas masyarakat muslim Kupang dengan menggunakan Fam Bahrain adalah keturunan Depati Amir dan Depati Hamzah.
Kebanyakan pemimpin tradisional yang melawan penjajah pada masa  kemerdekaan atau pada masa sekarang mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Sebagai contoh pemimpin kerajaan tradisional seperti Hasanuddin dari Makassar diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena berperang melawan Belanda, sedangkan yang menentangnya seperti kerajaan Buton dan Bone disebut sebagai penghianat karena dalam perang bekerjasama dengan Belanda. Peristiwa sejarah kenapa Buton dan Bone bekerjasama dengan penjajah Belanda perlu mendapat penjelasan secara komperehensif dalam tulisan sejarah terutama yang berhubungan dengan hubungan antar kerajaan pada waktu itu, apalagi pada masa itu apa yang disebut dengan negara Indonesia belum ada dan belum terbentuk sehingga penyebutan sebagai penghianat dilogikakan sangat tidak tepat. 
Pahlawan Nasional adalah sebuah gelar yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada seseorang Warga Negara Indonesia yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan dan berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. Sedangkan tindak kepahlawanan adalah perbuatan nyata yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya. Memperhatikan kriteria kriteria dari pemerintah tentang penetapan seseorang menjadi Pahlawan Nasional yaitu seseorang yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik, telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, telah mendatangkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas, pengabdian dan perjuangannya berlangsung hampir sepanjang hayat (tidak sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya, perjuangan yang dilakukan mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional, memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi, memiliki akhlak dan moral yang tinggi dan tidak pernah menyerah pada lawan serta dalam riwayat hidupnya tidak pernah tercela yang dapat merusak nilai perjuangan. Jadi sebenarnya dapat disimpulkan bahwa  beberapa kriteria di atas sangat berat dan hampir tidak masuk akal seolah olah seorang pahlawan di Indonesia adalah manusia super atau manusia dewa yang tidak memiliki kekurangan atau cela apapun. Sangat berbeda dengan pemberian gelar pahlawan di negara seperti Amerika yang sangat objektif penilaiannya, misalnya ketika seorang dalam sebuah pertempuran dalam rangka membela negara melawan musuh dia harus kehilangan kakinya, maka untuk mengenang jasa kepahlawanannya akan di buat patung kaki sang pejuang. Pemberian dan penganugerahan gelar pahlawan di Indonesia memang sangat subjektif, Masyarakat Bangka Belitung pernah berusaha untuk mengusulkan Depati Amir seorang pemimpin perlawanan rakyat Bangka (tahun 1848-1851) untuk ditetapkan dan diberi anugrah oleh pemerintah sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2004, walaupun sebenarnya secara de facto pengakuan masyarakat tentang kepahlawanannya tidak diragukan lagi. Namun usulan tersebut belum berhasil dengan alasan bahwa latar belakang penyebab perang yang dipimpin Depati Amir adalah masalah pribadi dan dalam perjuangannya terselip upaya untuk menuntut hak berupa Gaji ayahnya (Depati Bahrin) yang tidak dibayar oleh pemerintah Belanda  (perang rakyat Bangka melawan Belanda  yang dipimpin Depati Bahrin dihentikan pada tahun 1828 karena Belanda ingin lebih berkonsentrasi menghadapi perlawanan yang dipimpin Pangeran Diponegoro tahun 1825-1830. Pemerintah Belanda kemudian memberikan kompensasi kepada Depati Bahrin berupa pemberian gaji dan gaji inilah yang dituntut oleh Depati Amir).
 Penilaian terhadap fakta sejarah di atas yang menyebabkan gagalnya usulan Depati Amir sebagai Pahlawan Nasional sangat subjektif dan tidak adil serta perlu dilakukan penjelasan kembali, sebagai contoh, Sultan Palembang Mahmud Badaruddin II yang dibuang pemerintah Belanda ke Ternate hingga wafat pada tanggal 26 November 1852 masih mendapatkan tunjangan dari pemerintah Belanda sebesar f.800 dan beliau dianugrahi gelar sebagai salah satu Pahlawan Nasional. Kemudian pada tahun 2005 pengusulan Depati Amir sebagai Pahlawan tidak dilaksanakan dan pada tahun 2006 adalagi upaya untuk pengusulan oleh pemerintah propinsi Bangka Belitung, akan tetapi sampai saat ini tidak diketahui sejauh mana perkembangannya.
Untuk menjadi seorang pahlawan tentu saja bukanlah suatu hal yang dicita citakan oleh Depati Amir. Cita citanya pada saat berperang melawan Belanda adalah untuk mencapai satu tujuan akhir yang disebut dengan eschaton (mencapai suatu kondisi masyarakat yang adil, makmur dan terlepasnya rakyat Bangka dari belenggu penderitaan akibat penjajahan).  Rakyat dan pemerintah propinsi Bangka Belitunglah yang saat  ini harus berjuang keras agar Depati Amir dapat menjadi Pahlawan Nasional. Harus diingat bahwa kita jangan sekali sekali melupakan sejarah dan kalau mau dikatakan sebagai bangsa yang besar maka harus dapat menghargai jasa pahlawannya.

*) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pangkalpinang

0 komentar:

Posting Komentar